Memang, dalam keadaan tertentu, pemerintah pusat dapat melakukan intervensi terhadap pemerintah daerah, terutama jika terjadi pelanggaran hukum, ancaman terhadap kepentingan nasional, atau penyimpangan kebijakan yang berpotensi merugikan masyarakat.
“Intervensi hanya dilakukan dalam kondisi tertentu, seperti saat daerah tidak melaksanakan kewajiban konstitusionalnya atau bertentangan dengan kebijakan nasional,” jelas Ihsan.
Sedangkan sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi bertindak sebagai koordinator dan pengawas bagi pemerintah kabupaten dan kota.
“Gubernur tidak memiliki kewenangan langsung dalam mengatur pemerintahan kabupaten dan kota, kecuali dalam urusan yang telah ditentukan oleh Undang Undang, seperti koordinasi program pembangunan, supervisi keuangan daerah, dan pembinaan Aparatur Sipil Negara di tingkat daerah.
“Menurut Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014, Gubernur dapat memberikan rekomendasi dan teguran kepada bupati dan wali kota jika ditemukan pelanggaran aturan. Namun, Gubernur tidak boleh mengambil alih kewenangan yang menjadi hak pemerintah kabupaten dan kota, kecuali dalam keadaan darurat atau berdasarkan perintah pemerintah pusat,” papar Ihsan Sanusi.
Meskipun pemerintah pusat dan provinsi memiliki hak untuk mengawasi jalannya pemerintahan daerah, intervensi harus dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Beberapa batasan intervensi yang diatur dalam regulasi antara lain meliputi :