Ia memaparkan, pemerintah daerah sebenarnya telah menyusun grand design pengendalian banjir. Salah satunya melalui pembangunan Bendungan Bintang Bano yang mampu mereduksi banjir hingga 647 meter kubik per detik (25 persen), serta pembangunan Bendungan Tiu Suntuk yang menyumbang pengurangan 489 meter kubik per detik (20 persen). Dengan dua infrastruktur utama tersebut, total penanganan banjir yang sudah dicapai baru sekitar 45 persen.
“Artinya, Kota Taliwang masih memiliki risiko banjir sebesar 55 persen. Kami sangat bersyukur atas dukungan pemerintah pusat yang telah membangun dua bendungan ini. Selain pengendalian banjir, bendungan juga menjadi sumber air bagi pertanian,” tambahnya.
Namun demikian, Sahril menekankan bahwa masih ada pekerjaan besar yang belum tuntas. Di antaranya pembangunan tanggul pengendali banjir di Danau Lebo Taliwang, perbaikan alur sungai yang melintasi kota, serta penataan muara sungai. Semua rencana tersebut telah diajukan ke pemerintah pusat melalui Balai Wilayah Sungai (BBWS) Nusa Tenggara I.
Menurutnya, hal ini penting karena merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 1991, pengelolaan sungai merupakan kewenangan pemerintah pusat. Menteri yang membidangi urusan sungai bertanggung jawab atas perencanaan dan pembinaan, termasuk pengaturan pemanfaatan lahan di sepanjang aliran sungai.